
“Ah, kamu memang pemalas.”
“Begitu aja nggak bisa? Bodoh banget sih!”
“Kenapa nggak kayak kakakmu? Pintar, nggak nyusahin.”
Kalimat-kalimat seperti ini terdengar biasa, bahkan sering dianggap “hanya bercanda” atau “untuk memotivasi”. Namun sebenarnya kata-kata seperti ini bisa menjadi racun psikologis yang menghancurkan rasa percaya diri, karakter positif, dan bahkan kesehatan mental anak.
Kalimat- kalimat itu terdengar singkat, ringan, bahkan bisa saja dianggap sebagai bentuk perhatian. Namun, di benak si anak, kata-kata itu membekas dalam. Diam-diam, ia mulai bertanya-tanya dalam hati, “Apa aku memang tidak cukup pintar? Apa Mama malu punya anak seperti aku?”
Kalimat yang kerap dianggap biasa oleh orang tua, sebenarnya menyimpan potensi luka psikologis yang dalam. Banyak dari kita tanpa sadar menggunakan kata-kata yang meremehkan atau membandingkan anak, dengan maksud untuk menyemangati. Namun kenyataannya, kalimat seperti itu justru mengikis rasa percaya diri anak perlahan-lahan. Bagi seorang anak yang sedang dalam tahap membentuk jati diri, kata-kata orang tua adalah cermin. Dan ketika cermin itu menunjukkan gambaran yang buruk, ia akan mempercayainya sebagai kebenaran.

Dampak dari kalimat remeh ini tidak selalu langsung terlihat. Anak mungkin tetap terlihat ceria, tetap bermain dan beraktivitas seperti biasa. Namun secara batin, ia mulai menarik diri dari tantangan. Ia mulai ragu setiap kali hendak mencoba sesuatu yang baru. Rasa takut gagal mulai menguasai pikirannya karena ia khawatir akan kembali menerima penolakan atau hinaan. Menurut Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, anak-anak yang sering mendapat ucapan negatif atau perbandingan tidak sehat berisiko tinggi mengalami gangguan kecemasan, rendah diri, bahkan depresi ringan saat menginjak usia remaja.
Sementara itu, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) menyebutkan bahwa lebih dari 60% orang tua masih menganggap kritik verbal sebagai metode pengasuhan yang wajar. Ironisnya, niat untuk mendidik seringkali justru melukai. Kata-kata yang dimaksudkan untuk memacu, justru menjadi alasan anak merasa tidak layak atau tidak mampu.
Namun, seperti halnya kata-kata bisa melukai, ia juga memiliki kekuatan untuk menyembuhkan. Anak yang dibesarkan dengan kalimat yang menguatkan akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan berani. Kalimat seperti “Kamu sudah berusaha dengan baik, yuk kita coba lagi” atau “Ibu tahu kamu sedang belajar, dan itu sudah luar biasa” bisa menjadi pondasi kuat bagi karakter anak. Anak yang merasa dihargai dan dimengerti akan lebih mudah mengembangkan keberanian, kemandirian, dan empati terhadap sesama.
Maka dari itu, penting bagi kita sebagai orang tua, pendidik, atau siapa pun yang berinteraksi dengan anak, untuk mulai lebih sadar terhadap setiap kata yang kita ucapkan. Setiap kalimat yang keluar dari mulut kita bisa menjadi benih, apakah ia akan tumbuh menjadi kepercayaan diri atau ketakutan yang menghantui, tergantung pada cara kita merawatnya.
Akhirnya, kita semua punya pilihan: menjadikan kata-kata kita sebagai pelukan yang menguatkan atau sebagai pisau yang meninggalkan luka tak kasat mata. Karena sejatinya, setiap anak berhak tumbuh dengan keyakinan bahwa dirinya berharga, dicintai, dan mampu meraih masa depan terbaiknya.
INFORMASI KEMITRAAN BIMBA SAKURA KIDS :
0895-3300-82234
0857-2096-5880
0857-2096-5881